Belajar Menjadi Pengendara Yang “Decent on The Street”
Adanya jalan sebenarnya diciptakan untuk siapa sih?
Rasa-rasanya tidak akan ada habisnya jikalau kita berbicara soal keributan di jalan. Mulai dari alih fungsi jalan itu sendiri dari fungsi trotoar yang sejatinya digunakan khusus untuk pejalan kaki malah dibuat menjadi sebuah barak untuk tempat berjualan. Kemudian kasus kecelakaan lalu lintas yang menyeret pesohor terkenal negeri ini, dirampasnya hak pejalan kaki, jalur pesepeda di jalan raya hingga adu mulut yang memercikkan pertikaian di jalan berujung main hakim sendiri.
Keributan di jalan memunculkan kegusaran pengguna jalan lain karena sebenarnya tidak perlu diperdebatkan terlalu rumit. Bukan karena masalah kendaraannya yang ditumpangi bersinggungan dengan kendaraan lain, tetapi karena individunya yang terkadang sulit untuk mengendalikan egonya dan lupa bahwa jalan itu ada untuk milik bersama.
Selama ini kita tahu sendiri kalau trotoar memang sejatinya difungsikan untuk pejalan kaki. Tetapi kenyataannya di lapang, acapkali mendapatkan fenomena pengendara motor yang tidak tertib memanfaatkan trotoar untuk bisa melenggang mulus sebagai jalan alternatif demi sampai ke tujuan. Biasanya hal seperti ini dimanfaatkan oleh pemotor seandainya terjadi macet di jam-jam rawan baik pulang kerja maupun berangkat kerja. Fenomena seperti ini justru mengganggu sekaligus membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya khususnya pejalan kaki.
Kejadian nan meresahkan ini seakan-akan dinilai sebagai bentuk ketidakadilan terhadap pejalan kaki. Pejalan kaki merasa bahwa pengendara motor “merebut” hak yang sepatutnya menjadi peruntukkannya. Selain dimanfaatkan sebagai salah satu jalan pintas alternatif, pengendara motor juga digunakan sebagai tempat parkir dadakan. Terkadang pejalan kaki masih belum dihormati keberadaannya oleh masyarakat.
Kejadian ini murni saya alami saat kuliah S1. Selama 4 tahun saya dedikasikan untuk berjalan kaki ke kampus sebagai bentuk penghematan. Seringkali saat saya berjalan di trotoar atau jalan yang khusus untuk pejalan kaki, tiba-tiba klakson motor berbunyi dari arah belakang. Sontak terkejut saya, bisa-bisanya ada motor yang seenaknya jalan di trotoar. Terus lagi, ada kejadian yang kurang mengenakkan ketika menyeberang jalan. Kalau lampu merah itu tandanya harus berhenti dan pejalan kaki sudah saatnya untuk menyeberang di zebra cross.
Tetapi karena pengendara motor ini tidak sabaran yasudah diterjang aja. Untung saya tidak kenapa-kenapa. Fenomena ini juga menggambarkan bahwa pejalan kaki belum serta-merta dihargai karena orang yang tidak sabaran dijalan dan pengendara yang tidak tertib. Bahkan pejalan kaki sampai rela memilih jalur lain dan mengalah untuk menyisihkan trotoar bagi pengendara motor lainnya. Kadang-kadang pejalan kaki juga bersitegang dengan pengendara motor yang ber-ego tinggi.
Hak Pejalan Kaki
Secara rinci, hak pejalan kaki sudah diatur dalam Pasal 131 UU LLAJ. Dalam aturan tersebut telah disebutkan bahwa (1) Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan jalan dan fasilitas lain. (2) Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan, (3) Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud diatas, Pejalan kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan dirinya. Sementara, kewajiban pejalan kaki juga diatur dalam Pasal 132 UU LLAJ, yaitu (1) Menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan kaki atau jalan yang paling tepi, atau menyeberang di tempat yang telah ditentukan. (2) Pejalan kaki wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas. (3) Pejalan kaki penyandang cacat atau disabilitas harus menggunakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali pengguna jalan lain.
Di negara-negara maju, pejalan kaki sangat dihargai dan dikedepankan hak-haknya. Misalnya di Australia dimana setiap trotoar dan jalur penyeberangan diberikan penanda berupa rambu jalan yang bertuliskan “Give Way To Pedestrians” artinya “berikan jalan bagi pejalan kaki”. Sedangkan, di negara kita sendiri juga ada jalur pedestrian yang memang dikhususkan bagi pejalan kaki. Misalnya di Kota Jakarta ada jalur pedestrian di Wilayah Sudirman Central Business District (SCBD), sekitar Monas atau Monumen Nasional dan di Jalan Medan Merdeka Barat. Terus di Kota Surabaya juga ada jalur pedestrian seperti di Jalan Raya Gubeng sisi selatan, Jalan Darmo Sisi Selatan, Jalan Pahlawan, Jalan Gemblongan, Jalan Panglima Sudirman dan Jalan Rajawali yang merupakan pedestrian terbaik di Indonesia. Kemudian di Kota Bandung juga tidak kalah kerennya. Kota yang dijuluki sebagai Kota Kembang ini memiliki ruas pedestrian yang berada di Jalan Braga dan Jalan Asia Afrika.
Decent On The Street, Jalan Untuk Siapa?
Sekarang kita balik lagi, jadi disini bukan soal kendaraan siapa yang besar, kendaraan siapa yang paling cepat, kendaraan mana yang paling mahal, kendaraan mana yang harus dilunasi tunggakan cicilannya. Tetapi lebih kepada setiap individunya. Apakah individu ini paham kalau jalan ada ini untuk bersama dan digunakan sama-sama. Saya pernah tuh melihat ada seorang pesepeda sedang bersepeda dijalan, tiba-tiba ada motor yang berjalan kencang hingga pesepeda itu terjatuh. Kalau kita berlaku baik dan taat aturan, kita berarti paham kenapa jalan itu ada. Kalau tidak bisa-bisa jadi ricuh di jalan. Berikut ini adalah poin yang bisa kita ambil hikmahnya dari sebuah jalan:
1. Jalan Itu Ada Karena Mobilitas Manusia
Jalan itu ada, karena kita tahu kalau pada hakikatnya orang turun ke jalan atau pergi ke jalan atas dasar mobilitas untuk bisa sampai ke tujuan yang kita tuju. Saya mencoba untuk berpikir positif bahwa jalan diciptakan untuk menciptakan sebuah dorongan bagi manusia untuk melakukan perpindahan posisi dari satu tempat ke tempat lain. Jalan dibuat sebagai penghubung antara wilayah satu dengan wilayah lain. Misalnya pergi ke kantor, bekerja, bersekolah, berkuliah, pergi ke rumah orangtua, hangout dan lain-lain. Dengan alasan itu maka saya tahu kenapa saya harus ada di jalan.
Disini tidak ada yang berharap untuk diperlakukan istimewa oleh orang lain. Kecuali jika ada waktu tertentu misalnya ada ambulans lewat untuk mengantarkan pasien yang sakit atau mengantarkan orang meninggal ke rumah duka, polisi patroli dengan sirene melakukan penangkapan pelaku, pemadam kebakaran dengan sirenenya memadamkan api jika terjadi kebakaran. Nah, seharusnya kita bisa memahami kondisi-kondisi seperti ini. Kita sama-sama belajar untuk berempati bahwa jalan itu bukan tempat main hakim sendiri tapi sebagai penyambung. Kita harus taat dengan aturan main yang berlaku di jalan.
2. Pentingnya Rasa Memanusiakan Manusia di Jalan
Seperti pepatah perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan. Misalnya ada pengendara motor yang ingin memutar balik arah kita sebagai pengendara memberikan sign atau tanda dengan melambaikan tangan ke bawah untuk memberi isyarat kalau kita mau putar balik. Contoh lagi, misalnya lampu lalu lintas rusak maka kita persilahkan dan berikan orang lain jalan untuk berjalan dahulu. Ketika kita salah ya kita minta maaf, tidak perlu membuat keributan yang meresahkan pengguna jalan lainnya. Sampaikan saja situasi yang terjadi saat itu dan jelaskan apa kesalahan kita kepada pengendara yang berpapasan dengan kita. Kalau kita sudah berperilaku baik dan taat aturan di jalan tetapi ada orang yang berusaha serobot. Anggap saja bukan hari kita.
3. Mengalah Bukan Berarti Kalah
Ada saatnya saya mengalah karena keadaan yang runyam di jalan. Saat saya berusaha untuk memberikan kesempatan pada orang lain di jalan, maka orang lain pun juga akan mempersilahkan kita di suatu hari nanti. Mengolok-olok dan memarahi kepada orang lain atau pengendara motor yang ugal-ugalan di jalan tidak akan bisa menambah jumlah orang yang berkelakuan baik dan taat aturan. Justru malah membuang waktu sia-sia dan percuma apalagi menghabiskan energi yang ditumpahkan kepada orang itu. Mengalah bukan berarti kalah tetapi berusaha untuk berbesar hati dan menjadikan diri kita tetap menjadi pengendara yang taat aturan. Pengendara yang “decent on the street” banyak kok. Ngapain kita harus mengikuti jalan yang salah kalaupun ada jalan yang benar.
4. Bertindak Defensif
Masih ingat dengan kejadian pemukulan oknum berstiker militer yang terjadi di jalan Tol? Dimana keributan ini juga terjadi di kawasan Harmoni ketika sekelompok warga menghadang mobil yang masuk ke jalur busway karena menabrak motor yang berakhir dengan mobil yang ditabrakan ke separator busway. Keributan-keributan yang terjadi di jalan raya bisa dialami oleh siapapun. Terkadang pengguna jalan lain merasa memiliki emosional yang tinggi sehingga kita diteriaki kalau kita menjadi pengendara yang berada di sisi korban. Bagaimana caranya kita bisa menghadapi sulutan emosional yang dilontarkan oleh pengguna jalan lain? Jawabannya adalah dengan bertindak defensif.
Jika dihadapkan dengan pengendara yang emosi maka kita jangan sampai membalasnya dengan emosi juga. Kita tidak perlu untuk menengarai perangai atau sifat orang tersebut. Kita tahu sendiri bahwa kita sebagai warga negara yang baik tentunya terikat dengan soal hukum. Ketika kita bermasalah dengan pengguna jalan lainnya, maka segera mencari penyelesaiannya dan jalan terbaik atas permasalahan ini.
Sebagai warga negara yang baik dan taat kepada hukum, sudah sepatutnya adu kekuatan dan keributan dijalan dengan main hakim sendiri bukanlah jalan penyelesaian terbaik. Jika anda sedang berada di jalan raya atau jalan tol, cari petugas jalan atau silahkan menghubungi petugas kepolisian untuk mencari jalan terbaik menjadi penengah permasalahan ini dan dibicarakan sesuai peraturan yang berlaku.
Langkah tersebut bisa jadi paling tepat karena kita tidak tahu bagaimana sifat pengguna jalan tersebut seperti apa. Kalau misalnya kita meladeni pengguna jalan atau pengendara lain dengan emosi, terus tiba-tiba si pengendara ini meregangkan senjata gimana? Bisa jadi berbahaya bagi diri anda sendiri. Maka dari itu, perilaku defensif inilah yang bisa menjadi dasar tameng untuk meredam kemarahan.
5. Kedewasaan Mengemudi Menjadi Kunci Utama
Kedewasaan mengemudi harus ditanamkan oleh pengendara. Dimana ketika kita merasa kita bersalah seharusnya kita tidak perlu melakukan perbuatan yang agresif kepada pengguna jalan lainnya. Tidak main hakim sendiri di jalan merupakan salah satu bentuk kedewasaan mengemudi yang justru kita tunjukkan agar dapat menghindari rumitnya permasalahan yang timbul di jalan raya.
Perilaku inilah perlu diaktualisasikan untuk bisa bersikap taat aturan ketika di jalan. Kalaupun seandainya kita merasa sudah benar dan ada orang lain yang berusaha serobot, maka diam adalah jalan dan keputusan terbaik untuk meredakan situasi jika dianggap rumit. Kedewasaan mengemudi perlu diteguhkan dalam diri pengendara karena kalau sudah tahu berkendara di tempat yang rawan dan jam yang rawan apalagi di lingkungan berbahaya, maka sedari awal kita sebagai pengendara seharusnya lebih berhati-hati lagi dan antisipasi sehingga terhindar dari jeratan masalah di jalan raya.